.

Senin, 01 Oktober 2012

PETA GERAKAN PEMIKIRAN ISLAM KONTEMPORER DI INDONESIA



Dewasa ini munculnya pemikiran Islam kontemporer mulai merebak dalam berbagai wajah, mulai dari beredarnya buku-buku yang membahas ide-ide tersebut sampai dengan dikaji dalam forum ilmiah yang digelar diberbagai lingkungan akademis. Gejala ini muncul sebagai respon adanya kemajuan zaman yang mengakibatkan adanya berbagai perubahan dalam tatanan sosial masyarakat,, baik yang menyangkut ideologi, politik, sosial, budaya dan sebagainya. Berbagai perubahan tersebut seolah-olah telah menjauhkan umat dari nilai-nilai keagamaan, yang pada akhirnya menimbulkan persoalan.
Dari persoalan di atas akhirnya muncul satu persoalan lagi ketika adanya suatu kontrol sosial yang mampu mengendalikan gerakan perubahan yang mendasar tersebut. Sementara telah mapannya metodologi pemikiran Barat, ternyata secara faktual lebih mudah diterima dan diaplikasikan dalam kehidupan, karena didukung oleh kekuatan yang bersifat struktural maupun kultural. Sedangkan dikalangan umat Islam dalam menirima model pemikiran Barat tersebut  terasa ada kejanggalan, baik psikolgis, sosiologis maupun politis, Akan tetapi karena belum terwujudnya kosepsi ajaran Islam yang aplikatif , maka dengan rasa berat hati terpaksa mengikuti konsep-konsep yang dirasakan oleh sebagian umat yang tidal Islami, bersumber dari ajaran Kristen, apalagi muncul sangkaan adanya misi agen Yahudi dan lain sebagainya.
Dinamika pemikiran Islam di Indonesia satu dasa warsa belakangan ini, terutama yang berkembang pada intelektual muda sebenarnya juga berakar dari mainstream besar gerakan pembaharuan pemikiran. Islam, terutama ketika terjadi pemetaan pemikiran antara yang “tradisi dan modernitas” (al-turâts wa al-hadâtsah). Isu ini juga tidak bisa dilepaskan dari gelegar pemikiran yang berkembang di Arab. Istilah “tradisi dan modernitas” yang diusung oleh Mohammed Abed Jabiri. digunakan dalam diskursus pemikiran Arab kontemporer merujuk kepada terma idiomatik yang bervariasi, biasanya digunakan al-turâts wa al-hadâtsah. Secara literal, turâts berarti warisan atau peninggalan (heritage, legacy), yaitu berupa kekayaan ilmiah yang ditinggalkan/diwariskan oleh orang-orang terdahulu (al-qudama). Istilah tersebut merupakan produk asli wacana Arab kontemporer, dan tidak ada padanan yang tepat dalam literatur bahasa Arab klasik untuk mewakili istilah tersebut. Istilah-istilah seperti al-’adah (kebiasaan), ‘urf (adat) dan sunnah (etos Rasul) meskipun mengandung makna tradisi, tetapi tidak mewakili apa yang dimaksud dengan istilah turâts. Begitu juga dalam literatur bahasa-bahasa Eropa, tidak ada variabel yang tepat. Menurut Jabiri, kata legacy dan heritage dalam bahasa Inggris, atau patrimonie dan legs dalam bahasa Perancis tidak mewakili apa yang dipikirkan oleh orang Arab tentang turâts.