Dewasa ini munculnya pemikiran Islam kontemporer mulai merebak
dalam berbagai wajah, mulai dari beredarnya buku-buku yang membahas ide-ide
tersebut sampai dengan dikaji dalam forum ilmiah yang digelar diberbagai
lingkungan akademis. Gejala ini muncul sebagai respon adanya kemajuan zaman
yang mengakibatkan adanya berbagai perubahan dalam tatanan sosial masyarakat,,
baik yang menyangkut ideologi, politik, sosial, budaya dan sebagainya. Berbagai
perubahan tersebut seolah-olah telah menjauhkan umat dari nilai-nilai
keagamaan, yang pada akhirnya menimbulkan persoalan.
Dari persoalan di atas akhirnya muncul satu persoalan
lagi ketika adanya suatu kontrol sosial yang mampu mengendalikan gerakan
perubahan yang mendasar tersebut. Sementara telah mapannya metodologi pemikiran
Barat, ternyata secara faktual lebih mudah diterima dan diaplikasikan dalam
kehidupan, karena didukung oleh kekuatan yang bersifat struktural maupun
kultural. Sedangkan dikalangan umat Islam dalam menirima model pemikiran Barat
tersebut terasa ada kejanggalan, baik
psikolgis, sosiologis maupun politis, Akan tetapi karena belum terwujudnya
kosepsi ajaran Islam yang aplikatif , maka dengan rasa berat hati terpaksa
mengikuti konsep-konsep yang dirasakan oleh sebagian umat yang tidal Islami,
bersumber dari ajaran Kristen, apalagi muncul sangkaan adanya misi agen Yahudi
dan lain sebagainya.
Dinamika pemikiran Islam di Indonesia satu dasa warsa
belakangan ini, terutama yang berkembang pada intelektual muda sebenarnya juga
berakar dari mainstream
besar gerakan pembaharuan pemikiran. Islam, terutama ketika terjadi pemetaan
pemikiran antara yang “tradisi dan modernitas” (al-turâts wa al-hadâtsah). Isu ini juga tidak bisa dilepaskan dari gelegar pemikiran
yang berkembang di Arab. Istilah “tradisi dan modernitas” yang diusung oleh Mohammed Abed Jabiri. digunakan dalam diskursus pemikiran
Arab kontemporer merujuk kepada terma idiomatik yang bervariasi, biasanya
digunakan al-turâts
wa al-hadâtsah. Secara literal, turâts
berarti warisan atau peninggalan (heritage,
legacy), yaitu berupa kekayaan ilmiah yang ditinggalkan/diwariskan
oleh orang-orang terdahulu (al-qudama).
Istilah tersebut merupakan produk asli wacana Arab kontemporer, dan tidak ada
padanan yang tepat dalam literatur bahasa Arab klasik untuk mewakili istilah
tersebut. Istilah-istilah seperti al-’adah
(kebiasaan), ‘urf
(adat) dan sunnah
(etos Rasul) meskipun mengandung makna tradisi, tetapi tidak mewakili apa yang
dimaksud dengan istilah turâts.
Begitu juga dalam literatur bahasa-bahasa Eropa, tidak ada variabel yang tepat.
Menurut Jabiri, kata legacy
dan heritage
dalam bahasa Inggris, atau patrimonie
dan legs
dalam bahasa Perancis tidak mewakili apa yang dipikirkan oleh orang Arab
tentang turâts.